Sorotrakyat.com | Bandung – Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Bandung menggelar kegiatan sosialisasi penerbitan perijinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan pengggunaan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG), yang digelar di Hotel Grand Sunshine JI. Raya Soreang No. 6, pada Kamis, 07 April 2022.
Acara tersebut dihadiri Direktur Penataan dan Bangunan Kementerian PUPR, Bupati Kabupaten Bandung, Kadis DPUTR, Kadis DPMTSP, DLH, Kadis DPMPTSP, Kasatpol PP, Camat Katapang, Camat Soreang, Camat Kutawaringin, Camat Margaasih, Camat Bojongsoang, TPA IAI, Perwakilan Developer dari 28 perusahaan yang mewakili 5 (lima) kecamatan.
Dalam kesempatannya Direktur Penataan dan Bangunan Kementerian PUPR Boby Ali Azhari, ST., M.Sc menympaikan, “kemarin pak Kadis DPUTR datang ke kantor, karena kemarin katanya dipanggil oleh Ombusman RI terkait dengan pelayanan aplikasi SIMBG, mungkin karena banyaknya aduan warga masyarakat dan dari pihak pengusaha juga yang komplain ke Ombusman, sehingga kita lakukan klarifikasi dan menjelaskan ke Ombusman,” ucapnya.
Dikatakannya, dari yang mengajukan total 634 dan yang baru keluar 23. Jadi wajar kalau ada yang melaporkan DUTR Kabupaten Bandung ke Ombusman. Padahal yang 514 itu masih dalam proses melengkapi dokumen, 84 konsultasi, 8 baru masuk ke restribusi, 5 baru masuk ke pembayaran. Status pemanfaatan ini bisa dicek dan bisa terlihat, karena diinput secara digital dan online serta dapat ada perubahan antara hari ini dengan besok. Di Kabupaten Bandung PBG yang baru keluar sebanyak 5%.
Masih dilokasi yang sama, Kepala DPUTR Kabupaten Bandung DR. IR. H. Zeis Zultaqawaa MM., dalam acara tersebut mengatakan bahwa, pertumbuhan ekonomi saat ini sangat dipengaruhi oleh besarnya investasi yang masuk. Dukungan dari DPUTR terkait hal tersebut yakni penyediaan infrastruktur, mendekatkan aksesibilitas menuju kabupaten Bandung, juga pengelolaan pengendalian banjir, agar kawasan kabupaten bandung bebas banjir, juga mengoptimalkan pemanfaatan ruang untuk investasi bagunan gedung dan juga fokus mempermudah proses pelayanan perijinan.
“Percepatan perijinan dengan terbitnya UU cipta kerja dan digitalisasi proses perijinan SIMBG merupakan sesuatu hal yg baru sehingga per hari ini dari permohonan 633 masih ada 464 yang masih di fase perbaikan ulang untuk diperbaiki pemohon,” ucapnya.
Masih kata Zeis, dari pihak DPUTR Kabupaten Bandung akhirnya langsung konsultasi dengan pembuat kebijakan, sehingga keluar 2 point penting.
“Pertama dari kementerian menerima beberapa usulan atau penyempurnaan dari aplikasi SIMBG. Kedua dari informasi pak direktur bahwa, ini juga disebabkan oleh kurangnya sosialisasi.
Oleh karena ini Direktur langsung hadir untuk mensosialisasikan SIMBG agar tujuannya bisa tercapai,” ungkapnya.
Ditempat yang sama Bupati Bandung H. M. Dadang Supriatna, S.I.P., M.Si. menyampaikan, “antara IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) dan PBG ini masih asing di kalangan pengusaha.
“Dengan adanya sosialisasi SIMBG kita semua diberikan pencerahan, karena tanpa informasi dan edukasi rata-rata pengusaha bukan tidak mau melakukan permohonan perijinan, tapi tidak faham. Kalau bisa Kadis mengundang semua pengusaha untuk diberikan penjelasan-penjelasa agar di lapangan tidak terjadi miss komunikasi,” kata Bupati.
Ada beberapa hal yang akan disampaikan, sSebagaimana yg termaktub dlm UU No 11 Tahun 2020 tentang Ciptaker, perda yg ditetapkan oleh daerah akan menjadi payung hukum pemungutan pajak dan restribusi. Proses perubahan PBG telah dilakukan pengkajian melalui pembahasan pada tingkat DPRD, tingkat Povinsi hingga tingkat Kementerian. Selanjutnya dilakukan harmonisasi pada membangun perda selain sebagai peningkatan restribusi daerah, perda tersebut juga bertujuan untuk menyelenggarakan bangunan gedung secara tertib baik secara administratif maupun secara teknis.
“Diharapkan percepatan penerapan pendapatan restribusi PBG untuk dapat meminimalisir potensi hilangnya pendapatan daerah serta menjaga kesinambungan penyediaan layanan publik, sehingga peningkatan pelayanan perijinan bangunan gedung kepada masyarakat tidak terganggu sebagai proyek perbaikan ekosistem investasi sebagai bagian kebijakan fiskal,” harap Bupati Bandung.
Dalam perda ini selain diberikan PBG atau dulu dikenal IMB, juga diberikan SLF untuk menyatakan layak kelaikan fungsi suatu bangunan.
“Sosialisasi ini akan memberikan informasi menyeluruh terkait pengurusan penerbitan perijinan PBG sebagai peran pemerintah dalam pengawasan, pembinaan, pengaturan dan pengendalian sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Saya instruksikan Kepada seluruh stakeholder yang terkait dan Camat untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat perihal Perda No 3 Tahun 2019 tentang restribusi perijinan yang termaktub dalam hal ini PBG,” tegasnya.
Kepada masyarakat saya menghimbau untuk proaktif dalam mengurus PBG sebelum mendirikan bangunan gedung guna penataan pemukiman yang tertata dengn baik. Bahwa SIMBG untuk membantu pemerintah Kabupaten Bandung dalam menyelenggarakan bangunan gedung yakni menyelenggarakan ijin mendirikan bangunan dan sertifikat laik fungsi.
SIMBG yang terhubung degan OSS ini dapat diakses oleh masyarakat dalam laman www.simbg.pu.go.id, apabila dalam pengaplikasian penggunaan ada kesulitan, pengguna dapat langsung mengunjungi Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Bandung.
Ada sejumlah perbedaan antara IMB dengan PBG antaralain :
Dalam IMB dulu itu ijin mendirikan bangunan itu mewajibkan pemohon untuk sebelum mendirikan bangunan. PBG tidak mengharuskan pengajuan ijin dulu sebelum mendirikan ijin bangunan hanya mewajibkan laporan fungsi bangunan.
Pemilik wajib menyampaikan fungsi bangunan sementara kalau PBG adanya opsi fungsi campuran yang didapat atau dapat dipilih dengan syarat tidak membawa dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Kalau IMB tidak mengatur fungsi campuran dalam bangunan sementara PBG mengatur fungsi campuran dalam bangunan.
Tidak adanya sanksi apabila melakukan perubahan fungsi bangunan sementara dalam PBG ada sanksi.
Syarat administrasi berupa pengakuan status hak atas tanah dan ijin pemanfaatan dari pemegang hak status diberikan, kalau di PBG syaratnya berupa hal teknis melibatkan tim perencanaan dan perancangan bangunan keandalan dan purwarupa desain bangunan. Tidak mengatur mengenai ketentuan pasca pembongkaran, sementara di PBG mengatur mengenai pasca pembongkaran bangunan.
Dibagian akhir acara dalam sesi tanya jawab, Ketua DPD Asprumnas Kota dan Kabupaten Bandung Heri Sismoro, yang hadir diacara tersebut angkat bicara dan membahas mengenai apa yang terjadi dengan perusahaan PT Golden Asia Abadi, terkait GSB (Garis Sempadan Bangunan) dan GSP (Garis Sempadan Pagar) yang sedang dikengerjakannya membangun Perumahan di Desa Arjasari, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Hal itupun sempat ramai dan menjadi perhatian dalam acara tersebut.
“Ada masukan kepada Direktur Penataan dan Bangunan Kementerian PUPR mengenai Sosialiasi PBG dan SIMBG diadakan lagi untuk para pengurus Asosiasi-Asosiasi. Untuk kendala di rumah subsidi tidak ada istimewanya perijinannya dgn rumah komersil sama lamanya,” kata Heri.
“Saya mengkaji, dari bawah sampai pinggir sari, batas bangunan rata-rata mepet ke badan jalan, bahkan termasuk alphamart dan indomart. Jadi acuan aturannya mana yang dipakai ?. Sebg Ketua Asprumnas, saya tidak mau melanggar, jadi di arjasari ini harus sesuai dengan aturan Kabupaten Bandung,” tegasnya.
Kadis DPUTR pun menjawabaitan bahwa, dengan GSB dikaitkan dengan keseimbangan dalam pembangunan kenapa ada rasio-rasio. Penataan bangunan dalam rangka praktek estetika bahwa untuk jalan ada ketentuan GSB agar lingk tertata dengan rapih.
“Prinsip secara umum bahwa GSB itu korelasi dengan lebar jalan, jika lebar jalannya 10 meter makan GSB nya 10 m dr center jalan. Begini juga jalan kabupaten ini ada proyek tol jadi kedepan ada pengembangan. Arjasari itu menghubungkan jalan yang sangat hidup. Jangan sampai dari perumahan macet, dari lingkungan komplek begitu keluar macet. Ini salah satu aspeknya. Sekalian untuk memastikan bahwa kalau ada yang melanggar dipastikan tidak ada ijinnya atau PBGnya,” paparnya.
Kadis DPMTSP H. Ben Indra Agusta ST.,MM Ben juga menjawab, “pertama kita punya Perda thn 97 terlait degan aturan sempadan yang terbaru sesuai UU jalan dan saya pun kaget bahaw sempadan jalan itu sangat lebar. Referensi kita yang diberikan ke pemohon adalah berdasarkan UU.
“Jadi yang 19 meter bisa dilihat dari kelas jalan. Walaulun emang logikanya atau eksistingnya sangat kecil maksudnya bangunan yg ada itu mepet ke jalan. Klo aturan berdasarkan UU yg baru cukup lebar. Saya jg cukup kaget pada saat thn 2021 tentang sempadan jalan itu kelas-kira jalan sepereti itu jalan arjasari kesananya memang di 19m. Pdhal jalan kabupaten klo dl pagar 10 bangunan 12m. sekarang malahan lebih lebar berdasarkan aturan baru UU. Kita di Pemda sangat takut melanggar UU. Mungkin ini ada dari pihak pusat yang biss mengklarifikasi terutama dasarnya sepeti apa penetapan sempadan speter itu,” ungkapnya
Maaf pak ada sedikit tambahan kata Ketua Asprumnas Bandung, “pertama memberikan GSB di 19,5m terus setelah saya protes turun jd 15m. Ini yang pertama berarti memberikan keterangan palsu, tidah boleh dong pak org dinas memberikan keterangan palsu karena urusannya pidana,” paparnya.
Kadis DPMTSP pun kembali menjawab, “bukan begitu pak, yang 10 meter ke pagar dan 15 meter ke bangunan itu dari Perda thn 97. Itu bukan keterangan palsu. tarik ucapan keterangan palsu itu !,” kata Ben.
“Saya punya bukti pak, dari keterangan yang diterbitkan 19,5m, saya sangat kaget banget bisa hilang beberapa kavling, kerugian buat saya pak !, Saya jual unit karena terlalu luas sekali. Saya sempet protes dan akhirnya turun jadi 15m. Tolong pak Kadis harap dicermati hal-hal seperti ini, Dinas kasih aturan tapi bisa berubah-rubah. Kta kan aturannya UU. Jadi mohon ijin Direktur barangkali mau menambahkan !,” kata Heri.
“Saya tidak bisa mengkomentari, karena sy urusannya SIMBG, terkait saran sosialiasi. Silahkan dari Asosiasi provinsi masing-masing mengadakan. Bisa secara online. Kami siap utk mensosialisasikan,” pungkasnya. (DR)
editor & penerbit : Den.Mj