Sorotrakyat.com | Kota Bogor – Setelah lama terlihat redup gejolak masalah pengelolaan wisata Glow di Kebun Raya Bogor (KRB), kini akhirnya kembali memanas dengan kembalinya Aktifitas yang diadakan di Kebun Raya Bogor. Aktifitas wisata edukasi Glow saat ini di kelola Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan telah diberikan kuasa kepada pihak ketiga, PT Mitra Natura Raya (MNR), hal ini mendapat perlawanan kuat dari elemen masyarakat meliputi Budayawan Bogor Raya.
Puncak gejolak masalah tersebut berujung pada aksi besar kalangan masyarakat dan Budayawan Bogor Raya yang akan digelar, Jum’at (26/08/22) mendatang.
Seperti diketahui sebelumnya, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto sempat mengeluarkan surat pernyataan penolakan akan wisata Glow Kebun Raya Bogor, bahkan Bima juga meminta pengelola segera mengkoreksi konsep bisnisnya yang bersinggungan dengan budaya.
Dalam surat Wali Kota Bogor nomor 430/5727-Umum yang rilis Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Kamis 28 Oktober 2021 lalu, terdapat lima poin lebih rinci dari poin-poin yang disampaikan Bima Arya sebelumnya.
Surat membalas pemohonan Komunitas Budaya Jawa Barat, meminta supayaPemerintah Kota Bogor dapat mempertahankan unsur kebudayaan di dalam pengelolaan Kebun Raya Bogor dan menolak wisata Glow.
Lima poin tersebut adalah, poin pertama, Pemkot Bogor memandang pengembangan dan pengelolaan Kebun Raya Bogor (KRB) harus sejalan dengan karakter dan identitas Kota Bogor sebagai Kota, Pusaka yang tidak saja menjaga kelestarian alam tetapi juga warisan budaya.
Poin Kedua, dalam hal kegiatan Glow, Pemkot Bogor telah menerima kajian cepat dari tim IPB University. Disebutkan dalam poin ini, data dalam kajian ini menunjukkan bahwa kegiatan Glow berpotensi memberikan dampak bagi ekosistem, tidak hanya KRB tetapi juga di lingkungan luar KRB dan Kota Bogor pada umumnya.
Selanjutnya, poin ketiga surat pernyataan sikap itu Pemerintah Kota Bogor, meminta kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan PT Mitra Natura Raya (MRN) untuk melakukan secara menyeluruh terhadap konsep Glow dan pengelolaan Kebun Raya Bogor bersama-sama dengan pihak IPB University.
Poin keempat, Pemkot Bogor meminta kepada BRIN agar semua kebijakan terkait pengelolaan KRB memperhatikan kearifan lokal dan memperhatikan rekomendasi dari Pemkot Bogor.
Kemudian, poin kelima Pemkot Bogor meminta kepada PT MRN untuk menghentikan semua aktivitas Glow selama proses selama proses evaluasi tersebut berlangsung.
Faktanya aktifitas wisata Glow dan kegiatan keramaian hingga konser – konser musikpun tetap terselenggarakan di KRB, hingga hal ini yuainuai amarah elemen masyarakat dan budayawan.
“Dari apa yang terjadi belakangan ini di KRB, pada prinsipnya Wali Kota Bogor harus menjalankan UU No 11 tahun 2010,” ungkap perwakilan Budayawan Bogor Saleh Nurangga, Direktur Jaringan Advokasi Jangkar Pakuan, Rabu (24/08/22).
“Ya tidak ada alasan lain, harus mencabut perijinan Pemkot Bogor atas kerjasama BRIN dan PT MNR,” tegasnya.
Saleh juga menyampaikan, marwah KRB harus dikembalikan, sebagai mana mestinya.
“Ya mengembalikan marwah KRB sebagai Cagar Budaya yang dilindungi undang – undang,” ucap pria yang akrab disapa Ki Saleh itu.
Saleh juga menyebut, bahwa seharusnya pemerintah memantau dan menindak apapun kegiatan yang bersifat keramaian, apalagi dengan aktifitas konser dan Glow yang jelas – jelas sudah ada pernyataan sikap yang ditandatangani Wali Kota.
Senada disampaikan Tim Advokasi Forum Peduli KRB dari Awass Law Firm, Adintho Prabayu.
“Mewakili klien kami yang berjuang untuk mengembalikan marwah KRB tidak ada kata lain, tolak Glow dan PT MNR Gruop,” jawab Prabayu.
“Kami akan berjuang bersama untuk tetap menolak operasi aktifitas Glow. Intinya selamatkan KRB dalam pusaran Kapitalis berkedok konservasi,” tegasnya singkat.
Bahkan sebelumnya DPRD Kota Bogor melalui Ketua DPRD Atang Trisnanto menyatakan sikap dewan tetap menolak wisata edukasi Glow yang dikelola pihak swasta PT Mitra Natura Raya (MNR).
Dalam wawancara di Kota Bogor, Atang menyampaikan sikap dewan tersebut masih sama dengan surat pernyataan sebelumnya, sehingga meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) agar menghentikan aktivitas wisata edukasi Glow.
”DPRD dalam posisi tetap pada keputusan resmi yang telah diambil secara kelembagaan, yaitu meminta BRIN ataupun PT MNR untuk menghentikan Glow karena pertimbangan adanya potensi masalah gangguan terhadap kelestarian alam, lingkungan, dan budaya,” ucap Atang beberapa waktu lalu.
Ketua DPRD Kota Bogor itu mengungkapkan penolakan yang dikeluarkan oleh DPRD Kota Bogor berdasarkan atas berbagai hal, antara lain berbagai aspirasi dari elemen masyarakat, inspeksi dadakan (sidak) DPRD Kota Bogor ke lokasi wisata edukasi Glow di Kebun Raya Bogor (KRB), audiensi dengan pengamat IPB, BEM IPB, dan diskusi dengan para budayawan serta aktivis lingkungan di Kota Bogor.
DPRD Kota Bogor sepakat dengan suara seluruh unsur tersebut, bahwa KRB adalah identitas Kota Bogor, baik secara bentang lahan, keragaman hayati, maupun warisan budaya.
Oleh karena itu, dalam rapat audiensi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Bogor dengan budayawan di Balai KotaKota Bogor, perihal wacana pembukaan Glow Kebun Raya Bogor (KRB) di Balaikota Bogor, dewan tetap menolak.
Atang juga menegaskan kepada para budayawan yang menghadiri audiensi, selain menolak beroperasinya wisata edukasi Glow di KRB, DPRD Kota Bogor juga meminta BRIN untuk mengevaluasi bentuk kerjasama dengan pihak swasta.
Jika operasional wisata Glow masih saja diteruskan, Atang memandang perlu ada penegakkan peraturan Wali Kota (perwali) tentang cagar budaya. Selain itu, langkah lain berupa komunikasi dengan pemerintah pusat.
Sementara, dari informasi yang dihimpun BRIN berupaya menjadikan Kebun Raya Bogor sebagai platform global riset botani, antara lain dengan terus membenahi tata kelola kebun raya tersebut.
“Tata kelola Kebun Raya Bogor akan terus dibenahi, yang memungkinkan para periset botani fokus melaksanakan aktivitas riset,” kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko sebagaimana dikutip dalam siaran pers BRIN yang diterima di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut informasi yang disiarkan di laman resmi Kebun Raya Bogor, KRB merupakan wadah bagi para ilmuwan bidang botani di Indonesia pada tahun 1880 sampai 1905.
Pendirian kebun raya itu juga mendorong pembentukan institusi ilmu pengetahuan lain seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), serta Museum dan Laboratorium Zoologi (1894).
BRIN menginginkan kebun raya tidak hanya menjadi kawasan konservasi, tetapi juga menjadi pusat riset dan edukasi sains.
BRIN telah menginisiasi perubahan Peraturan Presiden tentang Kebun Raya untuk mengupayakan agar kebun raya daerah tidak hanya menjadi kawasan konservasi ex-situ, tetapi juga pusat edukasi sains serta pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis teknologi.
Hingga saat ini ada 45 kebun raya di Indonesia. Kebun raya yang pengelolaannya di bawah BRIN meliputi Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, Kebun Raya Eka Karya Bali, dan Kebun Raya Cibinong.
Selain itu ada lima kebun raya yang dikelola oleh pemerintah provinsi, 32 kebun raya yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota, serta tiga kebun raya yang dikelola oleh perguruan. (Red)
Editor & Penerbit : Den.Mj