Sorotrakyat.com | Jakarta – Total utang negara Indonesia per Januari 2025 tercatat sebesar Rp 8.909,14 triliun, mengalami kenaikan sebesar Rp 108,05 triliun dari Desember 2024. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mendekati angka 40%. Sementara itu, Utang Luar Negeri (ULN) per Januari 2025 mencapai US$204,8 miliar atau setara dengan sekitar Rp 3.374,08 triliun.
Koalisi Biarkan Rakyat Mengadili (KBRM) menyampaikan informasi mengenai rencana Pemerintah Presiden Prabowo, atas rekomendasi Menteri Keuangan Sri Mulyani, untuk menarik utang baru sebesar Rp 1.000 triliun dari Bank Dunia (World Bank), Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), dan Bank for International Settlements (BIS). Disebutkan bahwa dari total utang baru tersebut, Rp 800 triliun akan dialokasikan untuk pembayaran bunga utang negara sebelumnya, sementara peruntukan Rp 200 triliun lainnya belum jelas.
KBRM menyoroti rekam jejak Sri Mulyani yang dinilai memiliki kedekatan dengan IMF dan Bank Dunia, serta perannya dalam membawa pemerintahan Indonesia berutang sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan kini berlanjut di era Presiden Prabowo. KBRM mempertanyakan posisi Sri Mulyani di balik layar, mengingat kepercayaannya yang tinggi di mata lembaga keuangan internasional tersebut.
Lebih lanjut, KBRM mengklaim, berdasarkan informasi dari situs resmi Bank Dunia (worldbank.org), adanya potensi komisi atau fee dalam setiap transaksi utang-piutang.
Menyikapi situasi yang dinilai telah berlangsung sejak era Orde Baru, KBRM menyampaikan beberapa tuntutan:
- Menyelamatkan Presiden Prabowo dari pengaruh IMF, Bank Dunia, dan BIS yang diduga dimainkan melalui Sri Mulyani.
- Menghentikan penarikan Utang Luar Negeri demi kepentingan generasi saat ini dan yang akan datang.
- Memecat Menteri Keuangan Sri Mulyani.
- Mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara kaya sehingga tidak seharusnya terus berutang.
Sementara itu, aliansi mahasiswa dari berbagai kampus di Jabodetabek, termasuk UIN, Nusa Mandiri, Sahid, PTIQ, dan kampus lainnya, menggelar demonstrasi di depan Kementerian Keuangan. Mereka menyampaikan tuntutan yang serupa:
- Presiden Prabowo diminta untuk bertindak tegas memecat Sri Mulyani.
- Pemerintah diminta untuk menghentikan pengambilan utang baru.
- Sri Mulyani diminta untuk membatalkan rencana pinjaman sebesar Rp 1.000 triliun.
Koordinator aksi, Rizki Ahmad, mengungkapkan bahwa alasan utama tuntutan pemecatan Sri Mulyani adalah kekhawatiran mahasiswa bahwa dana Rp 800 triliun hanya akan digunakan untuk membayar bunga utang. Mereka juga mempertanyakan alokasi dana Rp 200 triliun yang belum jelas dan menduga adanya fee yang diterima Sri Mulyani dari IMF setiap kali pencairan utang luar negeri.
“Karena kami melihat uang 1000 Triliun itu, hanya untuk menutupi pokok bunga, kami masih bingung yang 200 triliunnya Di kemanakan, kita menduga setiap kali mencairkan uang utang luar negeri , Sri Mulyani mendapatkan fee dari IMF,” tegas Rizki Ahmad.
Hingga berita ini diturunkan, Humas Kementerian Keuangan belum bersedia memberikan keterangan saat hendak diwawancarai di kantornya.
(DR)
Editor & Penerbit: Den.Mj