Mengunjungi Patung Buddha Tidur Hingga Berburu Kuliner di Hat Yai

Patung Buddha Tidur

Sorotrakyat.com | Kota Bogor – Opini – Thailand merupakan salah satu negara tetangga Indonesia yang memiliki pesona keindahan alam yang memikat hati. Kekayaan budayanya juga sangat menarik untuk disaksikan. Jika mendengar kata Thailand, hal yang muncul di benak kita mungkin Kota Bangkok beserta hiruk pikuk khas kota metropolitan.

Namun, kali ini, saya ingin mencoba menelusuri destinasi yang baru. Rasa jenuh selama perkuliahan satu semester lalu, mendorong keputusan untuk mencari suasana yang berbeda. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengunjungi Thailand Selatan, tepatnya Hat Yai yang berada di Provinsi Songkhla, dekat perbatasan Malaysia. Tak kalah memesona dari Kota Bangkok, Hat Yai dan destinasi wisatanya memiliki daya tarik tersendiri.

banner 325x300


Bulan Januari, saya dan teman-teman berlibur ke Hat Yai untuk menjajal pengalaman baru. Dari Jakarta, kami terbang menuju Kuala Lumpur. Kemudian, pukul 15.30 waktu Malaysia, kami melanjutkan perjalanan menggunakan mobil van untuk sampai ke Hat Yai. Suasana jalan raya tampak ramai lancar, tetapi tidak ada yang namanya kemacetan.

Cuaca yang tadinya cerah sekejap berubah, hujan lebat mengguyur Kuala Lumpur kala itu. Perjalanan yang masih panjang dan rasa lelah yang telah menumpuk seharian menyebabkan diri saya tak dapat menahan kantuk.
Saat membuka mata, ternyata matahari telah tenggelam. Pukul 21.25 WM, kami tiba di tempat imigrasi Bukit Kayu Hitam.

Sesudah tahap pemeriksaan selesai, kami kembali ke mobil van untuk menuju hotel yang berlokasi di Distrik Hat Yai, Songkhla. Perjalanan ke hotel membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam. Pukul 23:20 waktu Thailand, kami akhirnya sampai di hotel. Kondisi jalanan sudah sangat sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Setelah kamar dibagikan, saya pun langsung memasuki kamar dan beristirahat.

Baca Juga:  Jelang Idul Adha, Vaksinasi Hewan Ternak Gercar Dilakukan


Selama berada di Hat Yai, kami ditemani oleh pemandu wisata. Jika ingin berwisata di Thailand, alangkah baiknya menggunakan jasa pemandu wisata agar dapat memperoleh informasi yang akurat dan menghindari masalah karena perbedaan budaya. Selain perbedaan budaya, Bahasa Thailand sangat jauh berbeda dari Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Jangan sampai niat berlibur malah berujung bencana saat kita tersesat di negara orang lain.


Keesokan harinya, petualangan pun dimulai. Destinasi pertama kami adalah Wat Phranon Laem Pho. Pukul 8:30 waktu Thailand, kami berangkat ke Wat Phranon Laem Pho. Selama perjalanan, pemandu wisata tak berhenti memberikan informasi seputar negara Thailand dan sejarahnya. Melalui dirinya, saya mengetahui bahwa tempat yang akan kami kunjungi merupakan salah satu Sleeping Buddha terbesar di Thailand Selatan. Kami melintasi Jembatan Tinsulanonda untuk sampai di lokasi yang terletak di daerah Ko Yo, Provinsi Songkhla.


Di kanan kiri jembatan, kami disuguhi pemandangan birunya Danau Songkhla yang terbentang luas. Hingga akhirnya kami sampai di tempat tujuan. Untuk masuk ke Wat Phranon Laem Pho, pengunjung tidak dipungut biaya sepeserpun. Begitu mobil van memasuki wilayah tempat parkir, saya sudah bisa melihat patung Buddha Tidur yang berwarna kuning.

Tak hanya patung Buddha Tidur saja, ada pula patung dari biksu-biksu kenamaan lainnya. Suasana kuil terlihat sepi saat kami berkunjung. Meskipun demikian, selain menjadi objek wisata, kuil ini biasanya ramai dikunjungi oleh umat Buddha untuk beribadah. Oleh karena itu, jagalah suasana agar tetap kondusif supaya tidak mengganggu mereka yang sedang menjalankan ibadahnya.


Perjalanan dilanjutkan menuju destinasi kedua, yaitu Samila Beach. Kami harus menaiki kapal untuk menyebrangi pulau dari Ko Yo. Kami begitu antusias saat mobil van memasuki kapal yang sudah dipenuhi oleh beberapa mobil lainnya. Hanya butuh waktu kurang lebih 10 menit karena jarak antarpulau tidak begitu jauh. Perjalanan pun berlanjut.

Baca Juga:  Silent Band Maknai Bermimpi Lewat Rilis Single Mengudara

Saat memasuki daerah Pantai Samila, suara debur ombak sudah terdengar. Netra begitu dimanjakan oleh warna putih pasir pantai. Saya duduk di bawah pohon yang rindang bersama desir angin, memandangi ombak biru yang berlarian.


Selain bersantai, pengunjung juga bisa menelusuri Pantai Samila sembari berkuda. Tak perlu khawatir karena kita akan ditemani oleh seorang pemandu saat berkuda. Setelah asyik berfoto bersama patung The Golden Mermaid dan menikmati suasana pantai yang begitu tenang, kami kembali menuju hotel.

Berbeda saat pergi menuju Samila Beach, untuk sampai di hotel, kali ini tidak perlu menyebrangi pulau lagi. Jalan yang ditempuh memutari Pulau Ko Yo dan Danau Songkhla. Perjalanan menuju hotel, saya habiskan dengan memandangi jalanan sekitar.


Pada malam harinya, kami memutuskan untuk menuju kawasan Pasar Asean, salah satu sentra kuliner di Hat Yai. Rasanya seperti ada yang kurang bila mengunjungi Thailand, tapi tidak menaiki kendaraan roda tiga yang sangat ikonik. Ya, tuktuk. Untungnya, ada beberapa tuktuk yang sudah siap sedia di depan hotel. Kami menyewa satu buah tuktuk.

Satu orang dikenai biaya 20 baht. Kesempatan yang menyenangkan bisa menjelajahi jalanan di Hat Yai menggunakan tuktuk. Apalagi, di malam hari sambil ditemani gemerlap lampu-lampu gedung. Sisi kanan kirinya terbuka dan tidak tertutupi apapun, saya dapat melihat bangunan-bangunan dan kondisi jalanan yang ramai malam itu. Canda tawa kami menambah keseruan perjalanan menuju Pasar Asean.


Sesampainya di sana, kami langsung disambut landmark bertuliskan ASEAN yang berukuran besar. Pasar Asean terdiri dari dua lantai, lantai pertama dikhususkan untuk berjualan baju, sepatu, dan souvenir lainnya. Di lantai dua, kita dapat menjumpai berbagai kuliner yang unik dan pastinya enak, seperti aneka seafood, Pad Thai, sushi, aneka jus, dan masih banyak lagi. Keadaan sekitar tampak ramai oleh interaksi antara penjual dan pembeli.

Baca Juga:  Presiden RI dan Ibu Negara Mengucapkan Selamat Idulfitri 1443 Hijriah

Para penjual terlihat bersemangat melayani pelanggan dan menawarkan dagangannya. Aroma makanan menguar seakan menggoda kami untuk membelinya. Akhirnya, saya pun mencoba semangkuk tom yum. Rasanya lebih asam dari tom yum yang ada di Indonesia dan tentu saja lebih nikmat jika dimakan di negara asalnya.


Asean Night Market menjadi akhir dari perjalanan saya di Hat Yai. Momen kebersamaan kami merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Kota Hat Yai yang menenangkan menambah kesan tersendiri bagi saya. Jika berencana untuk berlibur ke Thailand, Hat Yai dapat menjadi salah satu kota yang wajib kalian kunjungi.


Penulis: Alexandre Rachel Lowu, mahasiswa SV IPB University

Editor & Penerbit: Den.Mj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *