Garis-Garis di Kertas: Jejak Sketsa dari Banjarnegara menuju Ibukota dan Secarik Kisah M. Nashir Setiawan

Sorotrakyat.com | Kota Bogor – Banjarnegara menjadi kota kelahiran dan kota yang menghiasi masa tumbuh M. Nashir Setiawan. Berawal dari obsesi keinginan menggambar yang terinspirasi dari tetangganya yang bekerja membuat dekorasi untuk kegiatan di sekitar rumahnya, melihat tetangganya bekerja dengan menyenangkan hal itu membuat beliau berpikir untuk ingin berkarir dalam hal yang beliau suka dan ingin menjalankan hobi menggambar dan menjadi pekerjaan.

M. Nashir Setiawan semasa dibangku sekolah beliau mulai merancang dan mempersiapkan memasuki perguruan tinggi dengan saran tetangga beliau untuk pergi ke Jogja apabila serius ingin mempelajari seni.

banner 325x300

Perjalanan pak Nashir tidak semulus yang dibayangkan, pada saat di Banjarnegara beliau menargetkan Akademi Seni Rupa Indonesia yang berada di Jogja, tetapi setelah menimba ilmu di SMA Muhammadiyah 2 Jogja orang disekitarnya memiliki paradigma yang berbeda, orang di sekitarnya menargetkan Universitas Gadjah Mada, karena kecenderungan orang disekitarnya menargetkan hal tersebut beliau pun merasa ingin mengubah targetnya dari Akademi Seni Rupa Indonesia menjadi Universitas Gadjah Mada.

Saat berlangsungnya era memasuki dunia perkuliahan beliau memilih Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro dan Akademi Seni Rupa Indonesia. Dengan kehendak tuhan beliau tidak lolos di tiga universitas tersebut. Tidak pantang menyerah beliau pun mencoba untuk kembali mengikuti seleksi Akademi Seni Rupa Indonesia yang terkenal dengan tingkat keketatan yang tinggi, beliau merasa dengan kekuatan doa yang beliau panjatkan semua proses ujian seleksi tersebut beliau lolos dengan mudahnya.

Semasa berkuliah beliau pun beriringan dengan melakukan pekerjaan yaitu menjadi konsultan exhibition untuk membuat stan-stan pameran hal tersebut adalah hal yang beliau sukai. Hingga setelah lulus berkuliah beliau diminta untuk langsung melanjutkan karirnya untuk menjadi konsultan design exhibition.

Setelah bekerja selama 6 bulan beliau merasa jenuh dengan pola bekerja yang mengharuskan banyak beraktivitas di malam hari sehingga beliau menerima tawaran dari temannya untuk mencoba menjadi tenaga pengajar di Universitas Tarumanagara yang pada saat itu baru membuka fakultas seni rupa dan desain dan membutuhkan banyak pengajar.

Baca Juga:  Dedie Rachim Harapkan Pembangunan Blok I dan IV RSUD Kota Bogor Tepat Waktu

Singkat cerita beliau mengikuti perkataan temannya dan datang ke Universitas tersebut sebagai pelamar, hingga tiba disana beliau bertemu seseorang dan berbincang santai tapi orang tersebut membahas suatu denah dan meminta beliau untuk menggambar, awalnya pak Nashir mengikuti perintahnya tanpa ada rasa curiga tetapi orang tersebut selalu melihat ke arah jam seperti sedang menghitung kecepatan beliau menggambar.

Akhirnya beliau memberanikan diri untuk bertanya dan betul saja ternyata pak Nashir sedang ada di tahap tes untuk menjadi tenaga pengajar tanpa beliau tau, beliau pun bertanya kepada orang tersebut dan menawarkan untuk menggambar ulang untuk gambar pertama memakan waktu 30 menit dan untuk gambar kedua beliau hanya memakan waktu 10 menit.

Lalu beliau lolos tes tersebut dan diajak untuk merancang kurikulum, rapat yang dihadiri beliau mengundang para dosen ternama dari berbagai perguruan tinggi, saat itu pak Nashir tidak memiliki pengetahuan apapun tentang kurikulum dan sejenisnya tapi saat ini beliau menjadi kepala program studi desain interior selama lebih dari 17 tahun. Tidak hanya selama berkarir sejak 2007 sudah puluhan pencapaian yang beliau dapatkan.

Selama 16 tahun berperan sebagai pengajar di Universitas Tarumanegara pak Nashir merasa sedikit khawatir dengan kemampuan menggambarnya dan merasa seperti katak didalam tempurung, merasa hebat diantara mahasiswanya padahal tidak, akhirnya beliau menemukan komunitas Indonesia sketcher dan beliau bergabung untuk melakukan kegiatan membuat sketsa bersama disuatu tempat setiap bulan.

Kegiatan tersebut berkiblat ke arah urban sketcher yang dimana hal itu adalah komunitas sketsa dunia yang sering beliau ikuti sehingga makin erat hubungan dengan para anggota di komunitas Indonesia sketcher. Kegiatan ini membuat beliau tersadar bahwa diluar sana banyak sekali seniman yang lebih mahir dibandingkan beliau hal itu membuat beliau tidak berhenti untuk mengembangkan kemampuannya.

Baca Juga:  Dedie Rachim dan Direktur Buflo Buka Bogor Flora Festival 2023, Perkuat Bogor Jadi Sentra Tanaman Hias

Awalnya beliau hanya iseng mencoret coret kertas dan hilang semenjak bergabung dengan komunitas tersebut beliau mulai menyusun dan menyimpan karya-karyanya dengan rapi yang awalnya hanya di kertas berserakan dan jadi sampah hingga mempunyai puluhan bahkan ratusan sketch book.

Biasanya beliau menggambar sketsa di waktu yang senggang misalkan pada saat menunggu makanan di restoran dihidangkan tetapi seiring kurun waktu tertentu beliau merasa hal itu semakin menarik karena manifesto dari Indonesia Sketcher itu menggambar apa yang dilihat dan menaruh catatan kecil yang berisikan cerita dan diunggah di facebook agar dunia tau bahwa Indonesia mempunyai banyak seniman yang hebat-hebat.

Salah satu karya beliau yang tidak disangka sangat amat membekas terjadi pada saat perjalanan ibadah haji. Pada saat itu pak Nashir mendaftar haji di Jakarta sedangkan ibunya mendaftar di kampung halamannya di Banjarnegara, suatu saat beliau sudah mendapatkan periode haji tetapi dimundurkan karena petugas yang terlibat bermutasi ke suatu daerah tanpa mengkonfirmasi kepada beliau sehingga terjadinya kesalahan penyampaian informasi yang merugikan pak Nashir, sehingga timbul rasa emosi dan kesal didalam proses itu.

Hingga suatu saat beliau ingin meng-upgrade menjadi haji plus menggunakan biro haji, begitu ditanya oleh petugas biro haji disarankan menggunakan haji reguler mengingat usia beliau yang masih cukup muda, petugas tersebut memberikan pemahaman bahwa haji plus hanya dijalankan selama 15 hari sedangkan haji reguler dijalankan satu bulan penuh hanya berbeda difasilitas saja. Beliau diingatkan oleh petugas apabila dalam proses haji ini tidak disarankan untuk adanya emosi yang berlebihan.

Ternyata kehendak tuhan untuk beliau menunggu beberapa tahun akhirnya beliau dapat menunaikan haji bersama sang ibunda padahal satu tahun sebelum keberangkatan sang ibunda mengalami stroke seandainya tidak bersama beliau sang ibunda tidak akan pergi haji.

Baca Juga:  Menjelajahi Ibu Kota: Dari Dimsum Gondangdia hingga Senja di Pantai Indah Kapuk

Akhirnya pada 2013 beliau memutuskan untuk mutasi ke Banjarnegara. Begitu beliau tiba di tanah suci, beliau menghindari membawa alat alat sketsa agar fokus beribadah, tetapi ada suatu waktu disana tepat sekali ada waktu yang sekiranya sangat sempurna untuk membuat sketsa, beliau meminta kertas dan pensil kepada petugas.

Di pagi hari di Masjidil haram beliau menuju rooftop disana suasana sangat sempurna dan beliau berdoa untuk meminta izin kepada sang maha kuasa untuk mengizinkan beliau menggambar dan mengabadikan momen itu melalui garis yang beliau goreskan di kertasnya menggambar ka’bah, beliau merasakan kenikmatan menggambar yang sebelumnya tidak pernah beliau rasakan.

Keysha Sasriya Widya Kusuma
mahasiswi Sekolah Vokasi IPB University program studi Komunikasi Digital dan Media

Editor & Penerbit: Den.Mj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *