Pembaruan KUHAP: Sinergi Penyidik dan Penuntut Umum Kunci Efektivitas Peradilan Pidana

Tantangan Baru dalam Penegakan Hukum: Seminar Nasional BEM UMJ Bahas Koordinasi Penyidik dan Penuntut Umum dalam Reformasi KUHAP

SorotRakyat.com | Jakarta – Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi momentum krusial untuk menata ulang koordinasi antara penyidik dan penuntut umum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Sinergi kedua elemen ini dipandang sebagai kunci untuk menciptakan proses penegakan hukum yang lebih efektif, transparan, dan berkeadilan.

Urgensi koordinasi ini mengemuka dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Para akademisi dan praktisi hukum yang hadir menyoroti berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam implementasi KUHAP yang baru.

banner 325x300

Wildan Mutaqin, Presiden Mahasiswa (Presma) BEM UMJ, dalam sambutannya menekankan bahwa seminar ini bukan hanya ajang menambah wawasan, tetapi juga forum diskusi konstruktif untuk merumuskan solusi permasalahan hukum di Indonesia.

“Penting bagi kita untuk terus menggali dan mengembangkan format koordinasi yang tepat, guna memastikan proses peradilan pidana berjalan lebih transparan, adil, dan efisien,” ujar Wildan.

Sejarah dan Urgensi Penuntutan oleh Negara

Dr. Alfitra, S.H., M.Hum., Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menjelaskan evolusi sistem penuntutan. Dulu, penuntutan dilakukan perseorangan oleh pihak yang dirugikan (model accusatoir murni). Namun, sistem ini memiliki kelemahan, seperti potensi penghilangan barang bukti dan ketakutan akan balas dendam.

“Oleh karena itu, tuntutan pidana kemudian diserahkan kepada badan negara khusus, yaitu Openbaar Ministerie sebagai Penuntut Umum. Sejak saat itu, tuntutan pidana bukan lagi persoalan pribadi, tetapi menjadi persoalan kepentingan umum,” jelas Dr. Alfitra.

Keseimbangan Kewenangan dan Efektivitas Penyidikan

Andrean H. Poeloengan, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI periode 2016-2020, menyoroti perlunya keseimbangan kewenangan antara penyidik dan penuntut umum dalam pembaruan KUHAP. Koordinasi yang erat diperlukan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan yang dapat menghambat penyelesaian perkara pidana.

Baca Juga:  Presiden Sebut Pembagian BLT BBM Harus Mudah, Cepat, dan Tepat Sasaran

Dominus Litis dan Kepentingan Umum dalam Penuntutan

Dr. Chairul Huda, S.H., M.H., Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UMJ, menegaskan pentingnya pemisahan tugas antara penyidik dan penuntut umum demi menjaga mekanisme check and balance. Ia juga menjelaskan konsep dominus litis, di mana penuntut umum memonopoli penuntutan dan menjalankannya berdasarkan asas oportunitas.

“Penuntut umum perlu menyaring perkara berdasarkan klasifikasi individu dan kepentingan umum. Yang paling penting adalah apakah ada kepentingan umum yang harus diperjuangkan,” tegas Dr. Chairul Huda.

Dr. Chairul Huda menambahkan bahwa dominus litis memberikan kewenangan kepada penuntut umum untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan. Tidak semua perkara harus dibawa ke persidangan, melainkan perkara dengan bukti kuat yang diprioritaskan.

Tantangan dan Harapan Pembaruan KUHAP

Diskusi dalam seminar ini menegaskan bahwa koordinasi antara penyidik dan penuntut umum masih menjadi tantangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Pembaruan KUHAP diharapkan dapat menata mekanisme koordinasi antar-institusi secara lebih terstruktur, sehingga meningkatkan efektivitas, akuntabilitas, dan pada akhirnya, kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum.

(WM)

Editor & Penerbit: Den.Mj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *