Lukai Masyarakat Sunda, Ketua MIOI Desak Megawati Pecat Arteria Dahlan !

Sorotrakyat.com | Jakarta – Ketua Media Independen Online Indonesia (MIOI) DPD Kota Bogor Deni Rachman mengkritisi pernyataan Arteria Dahlan yang meminta agar Kejaksaan Agung memecat seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) hanya karena berbicara bahasa Sunda saat rapat.

Deni menilai pernyataan anggota Komisi III DPR RI itu sangat terlalu berlebihan dan sudah melukai hati masyarakat Sunda.

“Usulan saudara Arteria yang meminta agar Jaksa Agung memecat seorang Kajati karena menggunakan bahasa Sunda, menurut hemat saya sangat berlebihan dan sudah melukai perasaan masyarakat Sunda,” tegas Ketua MIOI DPD Kota Bogor dalam keterangannya, Kamis (20/1).

Ia menegaskan dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang dipecat dari jabatannya disebabkan karena yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran pidana berat atau kejahatan yang memalukan.

“Pernyataan saudara Arteria ini seolah-olah mengindikasikan bahwa menggunakan bahasa daerah (Sunda) dianggap telah melakukan kejahatan berat dan harus dipecat,” ujar Deni.

Dirinya berpendapat mungkin pada saat rapat ada pembicaraan yang tak resmi sehingga menggunakan bahasa Sunda atau bahasa daerah lain.

Akan tetapi, tegas Deni sebaiknya diingatkan saja, dan tak perlu diusulkan untuk dipecat seperti penjahat saja.

“Kenapa harus dipecat seperti telah melakukan kejahatan besar saja!, Saya ingatkan sebagai anggota DPR sebaiknya berhati-hati dalam berkata dan berprilaku. Jangan bersikap arogan, ingat setiap saat rakyat terus mengawasi dan menilai. Saya meminta kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri untuk mengambil sikap tegas atas ulah anggotanya yang sudah keterlaluan membuat Luka Hati Masyarakat Sunda,” pungkasnya.

Ia juga mendesak agar Arteria Dahlan juga segera meminta maaf kepada seluruh masyarakat Sunda dan berjanji untuk tidak mengulangi pernyataan rasis-rasis lagi pada masa mendatang.

Abah Anton Charliyan Mantan Kapolda Jabar sekaligus sebagai Budayawan Sunda dan juga Politisi PDI Perjuangan

Ditempat terpisah, Abah Anton Charliyan Mantan Kapolda Jabar sekaligus sebagai Budayawan Sunda dan juga Politisi PDI Perjuangan angkat bicara.

Ia mengingatkan Artheria Dahlan bahwa pernyataan tersebut tidak sesuai dengan Gerak Nafas Kebijakan PDIP yang senantiasa mengedepankan Budaya.

Lanjut Abah Anton, Nasionalis perlu, tapi Budaya daerah juga harus tetap dijunjung tinggi, Pengunaan Bahasa daerah di wilayah tempat kerja sudah merupakan hal yang lumrah, ungkapnya.

“Justru kenapa yang jelas-jelas para pejabat yang sering mengunakan Istilah-istilah bahasa asing tidak diusulkan untuk di pecat…!!!? Pengunaan Bahasa asing saya pikir, lebih tidak Nasionalis,” tegas Abah Anton pada awak Media, Selasa (18/01/2022).

Lebih lanjut Abah Anton juga menyampaikan bahwa Bahasa daerah sebagai bahasa induk kadang melekat menjadi karakter seseorang, Justru yang sekarang sangat menyedihkan, banyak anak-anak kita didaerah yang justu tidak bisa bahasa asli daerahnya, tapi lancar berbahasa Indonesia. Seperti di wilayah Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang sebagai wilayah Sunda akan tetapi anak-anaknya hampir 90% Tidak bisa berbahasa Sunda.

Dengan hal demikian bagi saya sangat menyedihkan dan memprihatinkan, padahal suku Tionghoa di Singkawang yang datang sekitar 400 tahun yang lalu sebagai suku Minoritas di Wil tersebut. Sampai saat ini mereka masih tetap bisa bahasa Nenek moyangnya yaitu Bahasa Ke Dan Tio Chu.

“Hal ini justru kita harus belajar kepada Mereka dalam hal memelihara budaya dan Bahasa. Sementara sebagaimana kita ketahui Bahasa merupakan Refresentatif puncak budaya, ciri khas, identitas suatu Bangsa,” terang Abah Anton

“Kira-kira ironis tidak, jika anak-anak kita nanti mengaku bersuku Minang tapi tidak bisa bahasa Minang, mengaku suku Batak tidak bisa Bahasa batak, situasi real yg terjadi pada anak-anak kita saat ini, mereka bahasa Asingnya Lancar, bahasa Indonesia Lancar, tapi Bahasa Daerahnya Jongkok. Kira bila fenoma ini terjadi pada 50 % saja anak-anak kita, apakah mereka bisa digolongkan sebagai calon Kader Nasionalis yg Mumpuni. Bisa bahasa Indonesia dan Asing, tapi tidak bisa bahasa daerah Induknya, dan jika hal ini terjadi, justru menurut saya pribadi, kita sudah masuk kepada DARURAT KETAHANAN BUDAYA, Bahasa Daerah sebagai Akar Penguat Bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia sebagai Wadah Pengikat Bahasa daerah, yg satu sama lain tidak bisa terpisahkan sebagai satu bagian yg Integral,” pungkasnya. (Red)

Editor & Penerbit : Den.Mj

Exit mobile version