Sorotrakyat.com | Bandung – Pemkab Bandung melaksanakan rapat koordinasi (rakor) lintas sektor Criminal Justice System Tingkat Kab. Bandung tentang penanganan kasus kejahatan perempuan dan anak di Hotel Sutan Raja Soreang, Kab. Bandung, Selasa (29/11).
Rapat koordinasi tersebut diikuti oleh unsur Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bandung, unsur Polri, unsur Kejaksaan dan jajaran Forkopimda lainnya.
Bupati Bandung H M Dadang Supriatna diwakili Asisten Administrasi Umum Setda Kabupaten Bandung Hj. Nina Setiana mengatakan, kehadiran para peserta rapat koordinasi ini menjadi bukti komitmen dan tanggungjawab bersama, dalam rangka memperkuat kapasitas para pemangku kepentingan mengenai penanganan kasus kejahatan perempuan dan anak.
Nina mengatakan, dari jumlah penduduk Kabupaten Bandung sekitar 3.666.156 jiwa, di antaranya sebanyak 1.797.147 jiwa adalah penduduk perempuan dan hampir sepertiga dari jumlah penduduk Kabupaten Bandung adalah anak-anak.
“Hal ini menunjukkan bahwa perempuan dan anak merupakan potensi yang sangat penting. Anak sebagai generasi penerus masa depan bangsa,” kata Nina dalam sambutannya.
Ia pun menyebutkan anak penentu kualitas sumber daya manusia yang akan datang menjadi pilar utama pembangunan nasional di masa yang akan datang. Sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara sungguh-sungguh dari semua elemen masyarakat.
“Begitupun perempuan, sebagai insan yang melahirkan generasi-generasi penerus bangsa, membentuk karakter, mendidik dengan penuh kasih sayang juga memiliki peran penting dalam pembangunan. Mereka perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan,” tutur Nina.
Menurutnya, perempuan dan anak jmberhak mendapatkan perlindungan dari segala permasalahan yang melanggar hak asasi manusia seperti kekerasan dengan segala bentuk dan jenisnya, diskriminasi disegala bidang pembangunan serta perampasan hak milik sebagai hak yang harus dilindungi oleh pemerintah dan masyarakat.
Hal tersebut lanjut Nina, sesuai dengan jaminan yang diberikan UUD 45, yang melindungi hak asasi manusia termasuk hak asasi perempuan dan anak. “Walaupun ada jaminan dari Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang yang dimaksudkan melindungi perempuan dan anak dari kekerasan, ternyata kasus perempuan dan anak tidak menurun dan cenderung bertambah. Jumlah kasus yang dilaporkan ternyata jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kasus sebenarnya,” ujarnya.
Hal ini karena, kata Nina, pada umumnya perempuan dan anak korban kekerasan, sering merasa ragu maupun takut dalam melaporkan kekerasan yang dialaminya. “Atau ada kendala lain seperti sulitnya akses dalam mencapai layanan pengaduan dan kurangnya informasi yang dimiliki perempuan dan anak,” ungkapnya.
Menurutnya, kebutuhan perempuan dan anak korban kekerasan harus mendapatkan perhatian. “Baik itu penanganan pengaduan, pelayanan kesehatan, bantuan hukum, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial,” ujarnya.