Sorotrakyat.com | Kota Bogor — Proses hukum kasus gugatan perdata antara pendiri Yayasan Pendidikan Bogor Centre School (Borcess), Ashokal Hajar Muztahidin Al Ayubi, melawan CV Sofia Konveksi memasuki babak baru. Sidang dengan nomor perkara 156/Pdt.G/2025/PN/Bgr kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bogor Kelas 1A, Kamis (18/9/25), dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak penggugat.
Persidangan yang berlangsung lancar ini menjadi sorotan, terutama setelah pihak tergugat, melalui perwakilan dan kuasa hukumnya, angkat bicara untuk menepis berbagai tuduhan yang dinilai sebagai fitnah.
Usai sidang, Abi Manyu, anak kandung dari tergugat, menyatakan rasa syukurnya atas kelancaran proses persidangan. Ia dengan tegas membantah tuduhan yang dialamatkan kepada ayahnya, terutama terkait dugaan wanprestasi pembayaran dan isu pelecehan.
“Kalau memang SPK lama belum lunas, kenapa ada SPK baru? Itu fitnah,” ujar Abi Manyu kepada awak media. Ia menambahkan, tuduhan pelecehan juga tidak berdasar. “Kami punya saksi yang akan menjelaskan. Bahkan nanti pengakuan dari pihak tergugat akan disampaikan di persidangan,” tegasnya.
Menurut Abi Manyu, permasalahan ini justru muncul akibat adanya intervensi dari pihak penggugat. Ia menuturkan, dalam persidangan sempat terungkap bahwa pihak penggugat pernah membuat surat permintaan maaf dan mengirimkan pesan WhatsApp yang isinya bersifat intervensi.
Ia juga menjelaskan bahwa kerja sama bisnis yang terjalin dengan CV Sofia Konveksi tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, tetapi juga memberdayakan banyak pelaku UMKM penjahit di sekitar wilayah Bogor. “Ini bukan hanya soal kerja sama bisnis, tapi juga soal membantu masyarakat sekitar,” ucapnya.
Di sisi lain, Ali Rasya SH, MH, selaku kuasa hukum tergugat, memperjelas duduk perkara dari sisi hukum. Ia menegaskan bahwa utang piutang penggugat di perbankan, yang menggunakan sertifikat sebagai jaminan, tidak ada kaitannya sama sekali dengan Surat Perjanjian Kerja (SPK) yang telah disepakati bersama.
“Penggugat merasa bahwa utang piutang dia di bank, dengan menjaminkan sertifikat, seolah-olah menjadi tanggungan klien kami. Padahal dalam SPK tidak pernah disebutkan jika penggugat menjaminkan sertifikat ke bank, maka tergugat harus membayar,” jelas Ali Rasya.
Menurutnya, penggugat seharusnya memiliki modal sendiri untuk menjalankan pekerjaan. Pihak tergugat tidak memiliki kewajiban untuk menanggung utang penggugat di bank. Ali menambahkan, penggugat seakan-akan mencari “kambing hitam” dan menggiring opini publik untuk menyalahkan pihak tergugat.
“Pada dasarnya kalau dia menjaminkan sertifikat ke bank, itu kewajiban dia sendiri untuk membayar. Tidak ada hubungannya dengan klien kami,” tegasnya.
Ali Rasya memastikan pihaknya akan terus mengikuti proses hukum dan siap membuktikan posisi kliennya di persidangan. “Pada saat kesimpulan akhir, kami akan menunjukkan bukti-bukti termasuk kuitansi pembayaran agar semuanya terang benderang,” pungkasnya.
Persidangan lanjutan akan terus diikuti untuk mengungkap kebenaran di balik sengketa bisnis yang mencuat ini.
(KDR)
#PNBogor #PengadilanNegeriBogor #GugatanPerdata #KasusHukum #Borcess #YayasanPendidikan #PerkaraPerdata #SengketaBisnis #HukumIndonesia
Editor & Penerbit: Den.Mj













