Jumhur Kritik Omnibus Law, Harapkan Vonis Bebas

Sorotrakyat.com | Jakarta – Tokoh aktifis Muhammad Jumhur Hidayat yang disidangkan di Pengadilan Negri Jakarta Selatan terkait kasus penyebaran berita bohong terkait omnibus law, Jumhur mengaku tidak ada sedikitpun niat membuat cuitan keonaran. Ia mengatakan cuitannya hanya untuk mengkritik kebijakan pemerintah karena tidak setuju dengan UU Omnibus Law.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Jumhur didakwa karena menyebarkan berita bohong terkait omnibus law UU Cipta Kerja. Ia didakwa dengan Pasal 14 ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan Jumhur didakwa menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian antar kelompok.

“Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana, dalam Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” papar jaksa penuntut saat membacakan surat dakwaan.

Kasus Jumhur bermula pada 25 Agustus 2020, pukul 13.15 WIB, dan 7 Oktober 2020, pukul 08.17 WIB, ketika Jumhur dilaporkan menyiarkan berita bohong yang dia lakukan dari rumahnya di Jalan Saraswati, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jaksel.

Jaksa penuntut menerangkan melalui akun Twitter @jumhurhidayat, pada 25 Agustus 2020, Jumhur telah mem-posting kalimat ‘Buruh bersatu tolak Omnibus Law yg akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah’. Pada 7 Oktober 2020, dia juga memposting kalimat soal UU Ciptaker, ‘UU ini memang untuk primitive investor dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini’. Dalam postingannya, Jumhur memberikan tautan berita sebuah media daring berjudul ’35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja’.

“Saya ingin menyampaikan bahwa saya tidak berbohong, karena saya hanya mengomentari berita yang tidak berbeda dengan fakta, saya analisis berita walaupun itu pendek. Yang kedua, saya tidak punya niat apapun untuk melakukan keonaran sebagaimana yang dituduhkan,” ucap Jumhur sebagai terdakwa saat didalam Majelis persidangan yang terbuka untuk umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (16/9/2021).

Dihadapan Majelis Hakim, Jumhur juga mengaku saat menulis cuitan soal omnibus law itu sedang dirawat di rumah sakit, sehingga dia tidak mengetahui persis terjadinya aksi demonstrasi. Setelah dirinya pulang dari Rumah Sakit, dia Lansung ditangkap pihak kepolisian.

“Saya tidak punya koneksi dengan mereka dan itu terbukti yang kedua saya sedang sakit,” katanya.

“Mengenai tulisan di tweeter, itu merupakan perlawanan terakhir saya, ia siapa tahu ada keajaiban walaupun saya tahu itu tidak mungkin, tapi setidak-tidaknya saya menunjukkan perlawanan saya,” paparnya.

Saat Hakim anggota mempertanyakan prihal cuitan tweeter nya Jumhur, ia menyatakan bahwa, ketika menulis cuitan itu, ia tidak ada rasa kebencian dan hanya menyampaikan penolakan terkait omnibus law. Jumhur juga menegaskan cuitan tersebut hanya untuk mengkritik kebijakan pemerintah bukan mengkritik tokoh pejabat tertentu.

Diterangkan Jumhur, dirinya merasa masyarakat sipil tidak diajak dalam pembahasan RUU Cipta Kerja sebelum disahkan DPR. Bahkan menurutnya sejumlah masyarakat sipil telah memberikan kajian dan diskusi yang menolak pengesahan UU Omnibus Law, akan tetapi pemerintah dinilai keras Kepala dan mengabaikan suara masyarakat.

“Yang mulia, perjuangan untuk tanda kutip tidak disahkannya UU Omnibus Law ini dilakukan di berbagai front diskusi, dialog, media massa, media sosial (Twitter) dilakukan di semua,” ungkapnya.

“Civil society merasa tidak diajak. Jadi ini mungkin kalau kira-kira suasana kebatinan saya membuat narasi di Twitter selemah lemahnya perjuangan lah. Minimal masih melawan lah terhadap kebijakan di berbagai front. Menurut saya hebat pemerintah keras kepalanya, saya salut lah, menurut saya itu nggak bener,” imbuhnya didalam persidangan.

Kepada Hakim Majelis, Jumhur berharap tuntutan kepada dirinya ringan.

“Saya sih berharap tuntutan pasti serendah-rendahnya. Saya nggak tahu tuntutan bebas ya mungkin nggak ada. Tuntutan yang serendah-rendahnya tapi vonis kalau bisa menang saya bebas karena memang saya tidak seperti yang dituduhkan,” harap Jumhur diakhir persidangan.

Ketua Hakim Majelis persidangan mengumumkan untuk Sidang pembacaan tuntutan akan dijadwalkan pada Kamis (23/09/21) mendatang.

(Iwn)

Editor & Penerbit : Den.Mj

Exit mobile version