Istana Bogor Diguncang Foto Presiden Dibakar

Sorotrakyat.com | Kota Bogor – Puluhan mahasiswa mengguncang dan menggruduk Istana Kepresidenan Bogor. Mereka menuntut pemerintah agar draft Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dibuka ke publik.

Para Mahasiswa yang diketahu dari Universitas Djuanda (Unida) Bogor, STKIP Muhammadiyah Bogor, dan Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor berjalan kaki dari Gedung Wanita hingga depan RS Salak, Jalan Jenderal Sudirman hanya beberapa meter ke pintu gerbang istana Bogor pada Senin (27/6/2022).

banner 325x300

Tampak aksi para demonstran dengan membakar keranda dan foto Presiden Jokowi, ban bekas, serta orasi secara bergantian, menyatakan nada protes terhadap pemerintah.

Sejumlah Demonstran, membentangkan spanduk bertuliskan Demokrasi Telah Mati, DPR Impoten, dan Hati-hati Kolonial Lahir Kembali. Mereka mendesak pemerintah dan DPR RI agar draf rancangan yang tengah dibahas transparansi.

Juru Bicara Aksi, Ruben Bentiyan menilai, wacana revisi RKUHP sebagai salah satu upaya pembukaan gerbang perubahan demokrasi menjadi negara kekuasaan.
Berdasarkan itu DPR RI melanggar Undang-undang KIP. No. 14. 2008 karena ketidak-terbukaan pihak Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses revisi RKUHP dapat merugikan rakyat.

“Pasalnya, salah satu asas dalam Peraturan Pembentukan Perundang-undangan mengatakan, untuk itu pembuatan Undang-Undang harus ada Keterbukaan informasi publik sebelum diplenokan,” ujarnya.

Karena itu, pihaknya menuntut kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) dan Komisi III DPR-RI untuk membuka draft RKUHP. Karena, draft tersebut dinilai penting bagi kehidupan masyarakat dalam bernegara.

“Hal ini perlu dirasakan, karena RKUHP memiliki peran penting dalam bermasyarakat untuk menjalankan ketertiban umum,” kata Ruben.

Tambah Ruben, pada kenyataannya, saat ini tanpa adanya keterlibatan publik terlebih dahulu, Revisi Undang-Undang ini dengan cepat bergulir di pleno akhir dan menuju disahkan.

Baca Juga:  Prajurit TNI Lakukan Komsos Dengan Masyarakat Nelayan di Desa Sebubus

Adapun undangan untuk tenaga ahli seperti akademisi dalam proses revisi RKUHP itu dinilai tidak merepresentasi kan hadirnya asas Keterbukaan publik.
“Undangan beserta kehadiran akademisi itu hanya sekedar formalitas saja, hanya agar seakan-akan RKUHP ini terbuka terhadap keterlibatan publik,” kata Ruben. (Ii Syafri)

Editor & Penerbit : Den.Mj

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *